Selamat tengah malam, sayang…
Aku sengaja memulai menulis surat ini
tepat tengah malam ketika orang-orang sedang beristirahat, setelah seharian
penuh sibuk dengan rutinitas sehari-hari. Semoga mimpimu saat ini lebih indah
karena ada dia di sebelahmu—dan semoga keesokan harinya kamu bisa membaca
tulisan ini diwaktu kosong ataupun sedang merasa rindu terhadapku.
Maaf, kalau aku lancang mengucap
sayang terhadapmu. Aku tahu dan aku sadar sekali kalau aku memang tidak pantas
memanggilmu begitu. Maafkan aku, kau apa kabar? Masih tenggelam dalam
kesibukkanmu berorganisasi seperti dulu? Atau mungkin kau sudah rajin membaca
buku? Tapi aku tidak yakin kemungkinan yang kedua itu. Lucu saja membayangkanmu
membaca buku selama satu hari penuh diselingi kegiatan organisasi-organisasi
sekolah yang banyak menguras tenaga dan pikiran.
Terakhir yang ku tahu, kau sudah
menjalin hubungan dengan seseorang yah? Ah, akhirnya hatimu menemukan tempat
untukmu bersandar. Semoga dia orang yang tepat untukmu. Dia pasti cowok yang
hebat sekali. Kau tahu kenapa aku bisa seyakin itu? Yah, bukannya kau sendiri
yang bilang kalau kau belum ingin menjalin suatu hubungan dengan seseorang?
Tapi… tapi saat pertama kali melihatnya, kau langsung jatuh hatikan? Kau
langsung melupakan prinsipmu itu, kan?
Tatapanmu teduh sekali saat itu. Raut
wajahmu sangat tenang—saat dirinya memintamu untuk menjadi kekasihnya. Saat itu
senyum malu-malu terurai dari wajahmu, kau juga deg-degan kan? Saat si dia mulai bermain kata-kata dan si dia mulai mengunngkapkan
perasaannya ke kamu? Aku yakin sekali—kalau tidak ada orang disana, kau pasti
akan melompat kegirangan, bukan? Kau mau tahu kenapa aku tahu setiap detail
tentang kejadian ini? Karena akupun berada disana—cukup jauh untuk membuatmu
tidak menyadari kehadiranku, tapi cukup dekat untuk membuatku bisa melihat
dengan jelas setiap inchi kejadian itu. Mulai dari memberikanmu bunga, coklat,
lukisan tentang dirimu dan juga hal-hal yang kamu sukai saat itu.
Ahh, bolehkah aku iri pada cowok itu?
Dia bahkan belum genap sebulan mengenalmu kan? Tapi dia sudah memenangkan
hatimu begitu saja—dia membuatmu bertekuk lutut dalam sekejap. Padahal… padahal
aku sudah menyukaimu sejak saat perkenalan melalui linimasa itu. Lalu entah
bagaimana caranya takdir berbaik hati membuat kita saling mengenal.
Aku iri pada cowok itu. Dia bisa
memenangkan hatimu tanpa harus berjuang menghiburmu setiap sedih datang
menghampirimu. Dia mendapatkan hatimu dengan mudah begitu saja—sedangkan aku?
Aku yang mencintaimu—meski dalam diam hanya bisa tergugu saat tau dia telah
memenangkan hatimu. Jujur aku ingin menjadi dia, yang bisa membuatmu tersenyum
sebelum kamu beranjak tidur. Aku emang iri padanya, tapi aku tidak akan
menggangu dan membencinya—aku yakinkan tentang itu.
Aku tau kalau dia yang membuat senyum
dan tawa selalu terurai dari wajahmu yang tenang, bagaimanalah?
Semoga kamu berbahagia dengannya,
yah.. semoga memang dia yang menjadikanmu tempat untuk dia pulang. Aku memang
tidak seberuntung itu untuk menjadi orang yang bisa membahagiakanmu. Cukuplah
aku mendoakan kebahagiaanmu dalam doa panjangku, seperti yang setahun terakhir
selalu aku lakukan; setiap hari.
00:00
15 March 2017
0 comments:
Post a Comment