sebuah ketiadaan
Yang tak lagi berada di sisi, biasanya kita sebut masa lalu.
Masa yang sudah berlalu. Masa yang semula kayu, kini menjadi abu. Masa yang
semula aku bersama kamu, kini menjadi aku tanpamu. Memang benar kata pepatah;
sesuatu seperti lebih terasa berharga ketika hadirnya sudah tak lagi ada. Sama
halnya dengan kamu yang sudah tak di sampingku. Kini, kamulah yang kurasa
paling berharga, maka kuingin kamu kembali ada.
Hari-hari yang tanpa kamu, kini tidak lagi terasa
menggebu-gebu. Setiap detik menjadi berbeda, setiap langkah kurasa hampa. Pada
waktu-waktu yang baru, masih sering kubawa serta kenangan-kenangan yang
semestinya sudah berlalu. Bukankah masa lalu sebaiknya ditinggal saja di
belakang tanpa perlu kembali menghantui sebagai bayang-bayang? Bukankah yang
sudah tiada tak perlu kita harapkan untuk kembali ada? Kisah kita, misalnya.
Tentang kita, seharusnya aku tak lagi boleh berharap
apa-apa. Sebab, pada kisah yang telah dirasa usai, di situ ada kehendak Tuhan
agar segalanya selesai. Ya, itulah fungsi kata ‘seharusnya’, menjelaskan nyata
bahwa sepi ini memang menyiksa jika kulalui sendirian. Biarkan saja aku
dianggap tak mengerti situasi. Kuanggap saja mereka tak mengerti keinginan
hati.
Tuhan, jikalau aku memang sudah terlalu sering mengesah,
ajarkan aku untuk tidak menyesali yang sudah-sudah. Jikalau keinginanku supaya
Engkau mau mengembalikan dia padaku itu terlalu berat, ajarkan aku agar kepada
rencanaMu aku selalu taat. Jikalau kami memang sudah seharusnya berpisah,
ajarkan aku bahwa memang ada waktunya ranting itu akan patah, tak peduli
seberapa lama ia mencoba bertahan pada batang.
Aku selalu percaya, bahwa sesuatu yang telah pergi,
sebagiannya akan kembali lagi.
Sepeninggal kamu, segala luka kini harus kurawat sendiri.
Sepeninggal kamu, segala bahagia terasa asing; sebab tak ada tempat berbagi
bising. Sepeninggal kamu dari sisi, tak ada detik tanpa permohonan ini kusebut
dalam hati: “Semoga dalam pelukanmu, ada bahagia selalu menemani.”
Tuhan, jika memang kepergian ini yang Kau inginkan, tolong
bantu aku mengikhlaskan. Tuhan, jika memang takdir ini yang harus kujalani,
tolong bantu aku menguatkan diri sendiri. Sebab sebelumnya, Kau pernah
memberiku penjaga hati, yang kini tak lagi tersentuh jemari.
Pada saatnya nanti, tolong buat aku mengerti bahwa semua
yang telah terjadi selalu memiliki arti. Tolong jaga hati masing-masing
daripada kami, hingga pada akhirnya dipertemukan lagi. Meski keadaan sudah tak
akan lagi sama, barangkali aku sudah mulai menjadi dewasa yang mampu menerima.
Persiapkan aku untuk berbenah dan menyambut pengganti yang telah Kausediakan.
Semoga hati ini akan lebih siap untuk mulai menerima sebuah
ketiadaan.
06 March 2017
0 comments:
Post a Comment